Thursday, December 10, 2015

REUNI DI TEPI SAWAH NAN MERIAH

Kiri-kanan: drh Sunarto (Solo), drh Marjoko (Batang), Kol.drh Ibnu Rahyuwono (Jakarta), Kol.drh Fajar Wahyudi (topi putih, tuan rumah), saya, DR.drh Gesit Tjahyowati (Yogya), drh DanielSudarmaji (Ponorogo), drh Hari Bagyo Hananto (Banjarbaru), drh Totok Susanto (Semarang), drh Edya Moelia (Blitar), drh Affandi Suryadi (pakai topi, Jakarta), Kol.drh Wasono (Magelang), drh Suhartini (Batam), Bram (Yogyakarta), drh Thomas Wadudara (Bogor), Kiswanto (Jakarta), drh Yahya (Sidoarjo), bu drh Fajar (nyonya rumah).
Foto-foto di halaman karya Theresia Widiastuti, dosen UNS, istri drh Sunarto Partodiharjo dan Atmadhi Bramantyo
Reuni atawa silaturahmi, kata orang, membuka pintu rejeki dan memperpanjang usia. Ngrabuk nyowo, kata orang Jawa. Merawat nyawa, merawat usia agar bisa memberi manfaat kepada sesama dan lingkungannya. Nah, kalau silaturahmi itu di tepi sawah? Sambil menatap padi, dan Dewi Sri, disertai suara gemericik air yang bening dan melimpah. Air yang tak surut hingga ujung kemarau. Itulah pertemuan ngrabuk nyowo yang diudar di rumah pusaka Kolonel Drh Fajar Wahyudi yang juga menjadi pesantren anak-anak, di dusun Dawetan, desa Ngolodono, kecamatan Karangdowo, Klaten pada 4-6 Desember 2016. Para tetamu adalah dokter hewan lulusan UGM angkatan 1976 (Gamavet 76) atau yang pernah belajar di FKH UGM mulai 1976. Padahal pertengahan tahun 2015 ini mereka pernah bereuni di Kaliurang, jadi silaturahmi kedua yang pada saat di Kaliurang tak hadir kali ini hadir. Saling melengkapi. Namun suasana berbeda, terasa kental dengan kekakraban dan kekeluargaan. Bermalan dengan gelaran kasur seadanya, berbantal baru khusus dikirim dari Jakarta oleh drh Sutiyono, juragan bantal yang juga salah satu peserta. Bahkan ada yang lebih mantap tidur di kursi sofa, sambil ngobrol dan ngopi menuntaskan kangen sampai pagi.
Tuan rumah memipin Senam Tawa dengan kerpekan di tangan.
Jumat siang hingga malam peserta berdatangan (saya termasuk yang datang malam, karena itu harus menunggu di depan kantor Polsek Pedan, bukan untuk lapor dulu pak polisi, tapi menunggu datangnya santri penunjuk jalan yang dikirim tuan rumah, agar tidak nyasar).
Tertawa Berjamaah
Nah, paginya sesudah sholat subuh bersama (ada masjid kecil di lingkungan pesantren ini) tuan rumah mengajak Senam Tawa (lengkap dengan selembar teks), jadilah senam tawa tekstual..hehe..atau senam tawa berjamaah. "Cuma supuluh menit, harus tertawa lepas. Tertawa 1 menit sebanding dengan olahraga aerobik 10 menit," kata drh Fajar santai, tanpa gaya militeristik meski yang ikutan senam ada dua kolonel AD lainnya. Namun, sebelum senam tawa drh Arimbi, dosen FKH Unair, mengajak Senam Yogya 10 menit. Sesudah senam tuan rumah mengajak jalan-jalan meniti dan mengitari sawah di sekitar rumahnya sejauh 1 km. Meski di ujung kemarau tapi padi masih menghijau, dikelilingi air yang melimpah.
Menyusuri sawah menuangkan kangen.
"Di sini sebenarnya kalau malam masih ada suara burung hantu. Tapi karena banyak tamu mungkin burung hantunya bungkam dulu," cerita Fajar. Suasana pertemuan terasa guyub, apalagi anak-anak yang nyantri menghormati para tamu. Setiap tamu disalami dan dicium tangannya. Mungkin ini menebus kegalauan yang dialami empunya pondok ketika pertama kali ia akan membangun pesantren ini, ia datang ke salah satu pesantren besar dan terkenal di Klaten, tapi begitu ia masuk ke pesantren tersebut para santri malah menyingkiri pergi bukan berebut menemui tamu. Padahal ia datang berniat memohon salah satu santri yang senior di pesantren itu mengajari ngaji dan ilmu agama di pondok yang akan ia dan keluarga besar Soewandi Natawardaya, almarhum ayahnya, bangun. Untuk itulah ia kemudian batal mencari santri di situ, malah kemudian ia mengambil santri dari pesantren di Bali yang cukup dikenalnya. Karena mas Fajar lama bertugas di Bali.
Kisah Mahasiswa Hilang
Tentu saja pertemuan ngrabuk nyowo itu dipenuhi kuliner yang khas Klaten, dari camilan tradisionil semacam getuk hingga karak, urap dengan wedhang uwuh. Tentu saja kopi, teh juga tersedia.
Di cakruk doyong pinggir sawah bersama drh Arimbi
 Acara bla-bla-bla dimulai Jumat malam, setelah dibuka tuan rumah dan ketua Gamavet76 Kol.Drh Wasono, maka beberapa teman yang menghilang selama ini dan hadir di sini, dimohon untuk bercerita ke mana saja selama ini, kok di beberapa reuni termasuk yang di Kaliurang pertengahan tahun ini absen.Muncullah kemudian, Nanik Kusmindarsini, ibu 5 anak, dan Atikah, ibu 3 anak, dua sahabat yang saling setia sejak mahasiswa hingga kini, dan yang selalu membuat banyak celoteh meramaikan pertemuan. Lalu ada Bram, atau Atmadhi Brahmantyo, yang dulu kuliah dobel, selain di FKH juga di Fisipol UGM, lalu hilang jejaknya di FKH, sekarang muncul menjadi semacam paranormal yang sudah melanglang ke dunia, hingga sampai Tibet. Dan ia dengan sukarela mengamalkan ilmunya ke hampir setiap peserta, dengan berbagai keluhan lansinya. Ada yang sebelumnya tangan kananya tidak bisa menekuk sekarang sesudah ditotok Bram kegirangan karena tangannya bisa leluasa lagi digerakkan.
Bram gantian  dipijit  Ibnu R secara militer

Saya yang sebenarnya hanya pengikut (karena istri sayalah anggota Gamavet76, sedang saya Gamavet73..hehe) didaulat membaca puisi yang kegemaran saya. Dengan senang hati saya baca puisi saya REUNI, meski malam itu kondisi saya tidak fit benar, karena masih batuk. Sesudah diforsir baca puisi di acara temu sastra dan peluncuran antologi puisi Negeri Laut di Tegal (28-29 November 2015).
Serba Mengenyangkan
Saya baca puisi Reuni
Di depan rumah drh Yagus, ki-ka berdiri: drh Sumadi (kaos kuning sebagian), drh Sunarto, 
drh Affandi Suryadi, drh Kol.Ibnu R, drh Daniel Suharmaji, Atikah, Nanik, DR.drh Gesit T, 
DR.drh Yuriadi, Kol.drh Wasono, drh Yagus, istri drh Sumadi, drh Arimbi. Duduk depan ki-ka:
Kol drh Fajar Wahyudi, drh Totok Susanto, Drh Hari Bagyo H, drh Thomas W, drh Sukirno, Kiswanto, 
drh Taufik, drh Yahya, drh Sutiyono, Bram.
Ternyata ada 3 alumnus FKH UGM 1976 yang berasal dari daerah sekitar Pedan. Drh Yagus, pensiunan Dinas Peternakan, Gunung Kidul, tinggal di dusun Jurang Jero, Karanganom, Klaten dan drh Sukirno, asal Tawang, Karanganom juga. Jadi hari kedua direncanakan menginap di rumah pusaka mas Sukirno, pensiunan Litbang Kemkes Jakarta. Sambil bergerak menuju ke rumah pusaka keluarga Sukirno, teman-teman diajak mampir ke rumah drh Yagus.
Di pendopo rumah drh Sukirno. (Duduk dpn ki-k)a: DR.drh.Yuriadi,drh Marjoko, drh Sumadi, 
Kol.drh.Waseno,drh Hari Bagyo H, drh Sukirno (tuan rumah), drh Thomas W, drh Sunarto,
drh Yagus, (Belakang berdiri ki-ka):  Pak RT, drh Totok Susanto, Kol.drh.Fajar W, drh SRS, 
drh Taufik, Dr.drh.Gesit T. Atikah, drh Daniel Sudarmaji, istri drh Sukirno, drh Affandi Suryadi, 
Kol.drh Ibnu R, Kiswanto, drh Yahya, drh Arimbi, Nanik, istri drh Sumadi, Prabandari Wakino (blk).


Segala makanan mengenyangkan para tamu. Mas Yagus dan nyonya, Prabandari Wakino, wartawan KR desk Luar Negeri, ini menyuguhi kolak dan beragam cemilan ringan. Karena yang berat akan disuguhkan oleh keluarga Sukirno sebagai makan malam. Jadi berkenyanglah dulu sebelum pulang. Apalagi DR.drh Yuriadi, dosen FKH UGM yang punya kebun durian juga membawakan durian untuk disantap bersama di rumah pusakan Sukirno. Apalagi yang kau lewatkan segala makanan? Karena ada tengkleng kambing, ingkung ayam, jangan tumpang khas Klaten, kacang rebus, gembus, pisang rebus.

Ingkung ayam dan urap
Mborong Lurik
Sesudah menyusuri sawah, mandi, lalu sarapan soto ayam khas Klaten suguhan tuan rumah, mas Fajar dan istri, sebagian para santri yang tak bersekolah ikut melayani. Selain soto ada ubi goreng dan mangga segar. Ada matoa juga, bakpia, beragam karena masing-masing peserta juga bawa camilan khas masing-masing daerahnya. Festival kuliner? Begitulah
Bu Fajar Wahyudi coba menenun lurik
Kain lurik siap jual
Beranjak siang tuan rumah mengajak peserta reuni touring menuju sentra kerajinan lurik di Pedan dan Cawas. Dua kecamatan daerah Klaten ini terkenal akan kain luriknya. Pertama, kami diajak ke Mese, Cawas, ke salah satu pengrajin kain lurik yang dibatik. Sekalian melihat bagaimana kain lurik itu dibuat, mulai dari bagaimana benang yang sudah diwarnai itu diikal ke dalam sekoci, kemudian ditenun dengan sekoci yang bolak-balik menyusup horisontal di sela benang yang vertikal. Di rumah produksi yang dalam bahasa Pekalongan disebut pranggok itu suara
Mengikal benang
teklak-teklek laju sekoci terdengar jazzi..hehe..Uniknya hasil lurik itu kemudian dibatik sebelum dilempar ke pasar atau konsumen. Harga jelas lebih murah daripada di toko kain di Jakarta. Makanya diborong habis. Kapan lagi datang ke Pedan dan Cawas kalau tidak sekarang. Sesudah dari Cawas mampir ke pembuat lurik pak Rahmat di Pedan. Kalau di sini masih asli lurik belum dibatik. Kami hanya ke tokonya di jalan raya Pedan, tidak sempat ke rumah produksinya. Siang semakin menyengat dan harus segera balik ke Dawetan menyelesaikan kewajiban makan siang di rumah mas Fajar.
Pak RT pun ikut mengamankan
 (sebelah kanan drh Yagus, baju hitam)
Karena malam Minggu ini diunduh makan malam di rumah mas Sukirno. Bahkan pak RT yang ditugasi pak Lurah untuk mengamankan keadaan ikut hadir. Ya, karena situasi Klaten memang menghangat menjelang Pilkada Serentak 2015 pada 9 Desember ini. (Bersambung)

Friday, November 07, 2014

Temu Kangen

Kangen kok tak habis-habis. Bulan lalu (25-26 Nop 2014) temu alumni asrama Wisma Sarjana di Solo. Kenapa di Solo? Ya karena asrama punya keluarga batik (GKBI) yg berada di jl Demangan Baru, Yogya, sudah dijual untuk bayar utang, katanya.
Dua bulan lalu juga temu alumni dokter hewan angkatan 1973 FKH UGM pas dies natalis fakultas. Kangen kok terus menerus.

Monday, July 30, 2012

Mengapa Bypass?

Siapa sangka keingintahuan ternyata membawa berkah. Mulanya karena penasaran.


Wednesday, October 26, 2011