Saturday, January 26, 2008

Madinah ke Mekah






Senin, 3 Desember 2007, zuhur dan ashar saya tidak berjamaah di Nabawi karena sesudah mengejar Raudhan semalam hampir tidak tidur. Jelas, salat Arbain (salat wajib berjamaah selama 8 hari berturut tak terputus di masjid Nabawi) saya tak terpenuhi, juga teman seregu. Saya selalu diingatkan orang agar selalu fokus ke ibadah haji yg wajib, sedang salat Arbain sunah. Jangan sampai terforsir mengejar yg sunah, pada saat menjalankan ibadah wajib tenaganya kedodoran. Hari pertama tiba di Madinah saja saya sudah kehilangan tenaga, hari berikutnya konsentrasi beribadah sambil memulihkan stamina, tidur dicukupkan, makan yg banyak tambah buah (pisang dan apel banyak dijual Madina maupun Mekah).
Selasa, 4 Desember 2007. Pukul 7 pagi kami sudah bersiap-siap berwisata ke percetakan Al Quran terbesar di dunia (sebulannya tak kurang mencetak 12 juta Qur’an, luasnya 220.000 m2). Setiba di percetakan perempun dilarang masuk, hanya laki-laki saja yg diperkenankan masuk ke percetakan. Perempuan hanya di toko, tempat penjualan Qur’an. Tetapi karena bapak-bapak juga bersemangat membeli, tempat jadi berjubel. Saya yg berminat memiliki Qur’an besar (sekitar 40x50 cm) seharga 60 rial (di Pasar Seng dijual 100 rial) terpaksa gigit jari. Selain Al Qur’an cetak juga dijual yang dalam bentuk kaset maupun CD.
Raja Fahd, atau Pelayan dua kota suci, memilih Madinah AL Munawwarah sebagai tempat percetakan Al Qur’an ini karena Madinah adalah kota Al Qur’an, di sana Qur’an ditulis, diharkati, dan dari sana dibagi-bagikan ke seluruh penjuru dunia. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada 16 Muharram 1403 atau 2 November 1982. Dan komplek ini mulai beroperasi pada bulan Safar 1405 atau Oktober 1984. Komplek seluas 1.250 m2 terletak di pinggir jalan dari Madinah ke arah Tabuk. Komplek banguan ini dilengkapi dengan kantor, perawatan, percetakan, gudang, pemasaran, tarnsportasi, asrama. Juga di samping masjid komplek ada klinik, perpustakaan dan kantin.
Untuk meyakinkan bahwa hasil cetakan sama sekali tak ada kesalahan maka cetakannya harus melalui beberapa tahapan: Para ulama ahli mengawasi teks dengan mengawi volume yg hendak dicetak, dan setiap volume harus ditandatangani untuk meyakinkan keabsahan dan izin mencetak. Ketika mulai dicetak pada jam tertentu sehingga hasil cetakan muncul dari alt yg bekerja rata-rata 5 menit, lalu para lajnah yg terdiri atas para ulama ahli mengoreksi cetakan ini sehingga tak ada kesalahan. Bila ada kesalahan alat langsung dimatikan. Setelah dicetak, volume diserahkan ke bagian pengumpulan, penjahitan dan penjilidan. Proses ini berjalan di bawh pengawasan para ahli. Mushaf yg telah dijilid diletakkan di dalam troli yang memuat 900 mushaf. Lalu diambil salah satu contoh dari setiap troli, diperiksa halaman per halaman. Bila ditemukan kesalahan lajnah divisi pengawas memberi pengumuman. Troli kemudian dibawa ke divisi pengawasan terakhir (jumlah pekerjanya 750 orang). Mereka meneliti setiap naskah, lalu bila sudah oke diberi stempel “telah diperiksa”. Lalu divisi peneliti mengambil beberapa mushaf yg sudah distempel untuk diperiksa kembali. Setelah selesai melewati rangkaian setiap cetakan lalu ditulis dalam sebuah laporan lengkap tentang naskah yg telah disahkan, dan yg dapat ctatan serta yg hilang.
O ya sebelum ke percetakan di atas, kami dipandu melihat Gunung Putih/Jabal Baidho (?). Sayang tak ada penjelasan yg rinci soal ini. Dan jalan yang mengandung magnit sehingga bila mobil melintasinya dengan mesin dimatikan, mobil bisa berjalan sendiri ditarik oleh medan magnit yang kuat. Kemudian pukul 10.30 kami para jamaah wisata kembali ke maktab. Karena waktunya yang mepet salat zuhur & ashar saya lakukan berjamaah di penginapan. Baru pada saat maghrib, isya, dan subuh kami berjamaah di Nabawi.
Masjid Nabawi diperluas oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz (1405 H-1414 H) yang disebut sebagai perluasan terbesar sepanjang sejarah, sehingga kapasitas masjid bertambah 9 kali lipat. Peletakan batu pertama perluasan tepat pada hari Jum’at (9/2/1405 H atau 2/11/1984 M). Proyek dimulai pada bulan Muharram (1406 H/1985 M) dan selesai pada 1414 H atau 1994 M).
Pada perluasan ini didirikan 6 menara adzan yg baru. Ballroom, lanti dasar, lanti atas dipugar. Lantai dasar adalah bangunan utama luasnya 82.000 m2 yg dilapisi batu pualam. Tinggi bangunan 12,55 meter. Jumlah tiang keseluruhan di lantai ini 2.104 buah. Jarak antara tiang 6 meter sehingga terbentuk lorong dengan luas 6x6 meter. Di areal yg atapnya ada kubah, jarak antar tiang 18 meter sehingga membentuk lorong 18x18 meter dan terdapat 27 lorong. Lorong ini ditutupi oleh kubah yg dapat digerakkan secara elektrik, agar memperoleh sirkulasi udara dan penerangan yg cukup di saat cuaca bagus.
Kubah ini berdiameter 7,35 meter dengan berat bersih 80 ton/kubah. Bagian dalam kubah terbuat dari kayu dengan motif ukiran tangan dan pada bagian lain dilapisisi dengan kertas emas halus dan tipis. Bagian luar kubah terbuat dari keramik Jerman dengan penyangga dri batu granit.
Halaman lantai atas asjid dapat digunakan untuk salat seluas 58.250 m2 . Jadi luas keseluruhan sesudah perluasan ini 67.000 m2 . Areal ini dilapisi batu pualam dari Yunani, dipergunakan untuk salat yang terkena sinar matahari, dapat menampung 90.000 jamaah. Di lantai ini ada serambi yg diberi atap berukuran 11.000 m2 setinggi 5 meter. Lantai atas ini sengaja dirancang untuk pembuatan lantai berikutnya.
Masjid ini dikelilingi dari arah selatan, utara, barat dengan halaman seluas 235.000 m2 Sebagian halaman ini dilapisi batu pualam berwarna putih yg dingin dan memantulkan energi panas, dan bagian lain dilapisi batu granit. Penerangan kawasan ini digunkan lampu khusus yg ditempatkan pada 151 tiang dilapisi batu granit dan batu buatan. Halaman ini dapt menampung sekitar 430.000 jamaah. Di halaman ini terdapat pintu masuk ke toilet, tempat wudhu’ dan tempat peristirahatan bagi para peziarah, yang berhubungan langsung dengan tempat parkiran mobil, dua lantai di bawah tanah. Sesudah perluasan masjid Nabawi mampu menampung lebih dari 698.000 jamaah.
Pada tahun 1393 H atau 1973 H, sebelum perluasan, Raja Faishal memerintahkan untuk menyediakan tempat salat di sebelah barat masjid. Bangunan di kawasan ini dibongkar dan para pemiliknya mendapat ganti lebih dari 50 juta rial, kemudian dibuatkan payung yang bisa menaungi 35.000 m2 . Payung yang secara elektrik bisa dibuka-tutup ini ditiru dan diterapkan di Masjid Agung Semarang (“Ini memang disupervisori langsung dari Masjid Nabawi, cuma yg di masjid ini dibuat di Bekasi,” kata Agus, salah seorang panitia pengelola Masjid Agung. Untuk membuka 6 payung ini sekali, biasanya hari Jum’at, biayanya Rp 1 juta karena daya catu listriknya sendiri 6.000 watt) yg diarsiteki Ir. H. Ahmad Fanani dkk (Atelier 6). Saya secara kebetulan melihat langsung bagaimana payung di Nabawi ini menutup, juga bagaimana kubah seberat 80 ton di atap masjid Nabawi (jumlahnya 27 buah) bergeser membuka, tanpa suara, yang diatur bergiliran.
Jum'at 7 Des 2007: Sesudah Jum'atan di Nabawi bakda Ashar kami bersiap menuju Mekah. Salat Jum'atan di Nabawi mempunyai nuansa yang khusus. Khotbahnya pendek, tapi menyentuh (meski saya tak sepenuhnya faham), intinya mendoakan jemaah, calon haji, menjadi haji mabrur. Doanya diucapkan dengan menggetarkan hati para jamaah.
Sehabis Jum'atan kami mempersiapkan barang bawaan. Selamat tinggal masjid Nabiku tercinta. Selamat tinggal kota yg tercatat dalam sejarah sebagai tempat lahirnya Piagam Madina, awal dicetuskan Masyarakat Madani/Sipil (Civil Society). Banyak hal menarik di Masjid Nabawi, antara lain manajemen. Masjid yg setiap salat 5 waktu selalu diikuti ratusan ribu jemaah ini sepertinya tak pernah menolak tamu. Meski selalu didatangi jemaah bak gelombang pasang tetapi di dalamnya selalu ada saja saf yg kosong. Petugasnya selalu melayani jemaahnya dg baik, mengambil minuman zam-zam, juga Quran. Quran selalu ditata dg rapi. Mereka ini petugas cleaning service dari perusahaan Saudi bin Ladin, perusahaan raksasa milik keluarga besar Osama bin Ladin. Meski di dalam masih bisa terisi, di luar masih pula diminati jemaah untuk bersalat meski tak boleh melewati batas imam,yg pengumumannya ditulis dengan Indonesia, selain Arab dan Inggris.
Bis-bis penjemput datang pkl 15.30 tapi baru pukul 17.30 berangkat itupun masih berputar-putar di sekitar Madinah. Bis-bis inipun kemudian baru sampai di masjid Bir Ali, tempat miqat kami, pukul 22.00. Keterlambatan ini dipicu juga oleh ketidak beresan bis rombongan kami (3) yang sesudah diperiksa di Pusat Kontrol Jemaah Haji menjelang masuk Mekah bis harus diganti. Terpaksa tas-tas besar juga diturunkan dan dipindahkan ke bis yg baru. Akhirnya kami sampai di maktab 714 Aziziyah pukul 05.00, dan memperoleh kamar pukul 06.15 padahal pukul 7 sudah harus siap ke Masjidil Haram untuk Umroh.

No comments: