Wednesday, February 23, 2011

Mas Naveen Manasik


Rabu siang sekitar pukul 14.00 seusai pulang kantor, ibunya Naveen menelpon saya. Ia mengabarkan kalau mas Naveen besok pagi akan latihan manasik (pelaksanaan) haji. "Tapi orangtuanya tidak diajak," katanya. Maksudnya? Ya hanya anak-anak satu sekolahnya Naveen dan guru-gurunya saja. "Kemana?" tanya saya penasaran. "Donohudan," jawabnya singkat. Sebagai ayahnya ibunya Naveen saya gembira (membayangkan kegembiraan cucu saya bertamasya) tapi sedikit kawatir. Jarak Klaten ke Donohudan (Boyolali), asrama haji yg terletak di dekat bandara Adisumarmo, Solo, sekitar 25 km. Apakah nanti mas Naveen tidak kecapekan menempuh perjalanan sejauh itu? Padahal orangtuanya tidak ikut.

Pagi tadi (Kamis 24/2) sebelum orangtuanya berangkat ke kantor saya sempatkan menelpon ayahnya Naveen tentang persiapan Naveen mengikuti manasik haji. "Ini nggak mau pakai ihrom, Yang," ujarnya. Meski ibunya dan saya ikutan membujuk, ia tetap tak mau memakai pakaian ihrom selengkapnya (dua lembar kain putih, yang satu untuk bawahan satunya lagi untuk atasan diselempangkan di pundak). Akhirnya, ia mau tapi hanya bawahan saja. Saya memahami Naveen memang agak punya selera bila berpakaian. Ketika saya dan Eyang Putrinya membelikan kaos bergambar kartun hero kegemarannya tapi kutung (tanpa lengan), ia mau memakainya tapi sebentar-sebentar kaos di pundaknya dilorotkan. "Ia sebenarnya risih kalau bajunya tanpa lengan," cerita ibunya. Jadi, masuk akal kalau ia emoh pakai baju ihrom atasnya karena lengannya (salah satu) terbuka.

Pukul 13.30 anak saya menelpon kalau ia barusan menjemput mas Naveen dari sekolahnya (sesudah pulang manasik haji di Donohudan). "Wah, Naveen senang sekali. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah ia terus bercerita. Ada kolamnya, katanya. Banyak yg jual balon," tuturnya. "Mas Naveen juga beli balon?" tanya saya. "Gak, wong tidak bawa uang," kata ibunya. Ya, kalau bawa uang juga percuma karena Naveen, hampir 4 tahun, belum mengerti uang. Kalau pun setiap berangkat sekolah (pra taman kanak2) disangoni tetapi untu ditabung di sekolah. Sangu susu, minuman lain, serta makanan kecil juga sudah disediakan di tas Ben10nya.

Saya masih penasaran mendengar mas Naveen bercerita. Ia termasuk anak yang ceriwis, pintar bercerita (maksudnya alur ceritanya itu urut), meski masih sedikit cedal (r = l). Cuma kalau diminta cerita di telepon banyak-banyak ia ogah. Jadi, terpaksa saya menunggu cerita serunya ia bermanasik di tempat 4 eyangnya dan ayahnya pernah menginap (sebelum berangkat dan sesudah dari Mekah, Donohudan). Lalu adakah foto-fotonya? Nah, karena kedua orangtua maupun eyangnya tak diperkenankan ikut serta mendampingi, maka fotonya pun tak ada. "Kok nggak terpikir tadi titip tustel ke ustadzahnya," celetukku.

Tuesday, February 22, 2011

Abai Petuah, Hilang Sudah



Selasa siang sekitar pukul 14.15 dering menyeruak di hp saya. Saya lirik gambar anak saya muncul. Belum selesai saya menjawab salamnya, ia terus memberondongkan kabar: hp saya hilang! "Di mana," tanyaku tercekat. "Di sekitar kantor Samsat Semarang, mungkin jatuh dari tas saya. Saya tak ingat," tutur anak saya. Barangkali karena di kantor Samsat masak dikerjai copet. Ya, paling hilang karena naruhnya teledor. Ia memang kadang teledor naruh barang di tasnya, bahkan sering ritsliting tasnya masih terbuka sehingga barang yg tersimpan di dalamnya mudah jatuh.

Ahad lalu, 20 Februari, ketika pulang ke Wates bersama kedua anaknya, pernah diingatkan istri saya agar kalau bawa tas hati-hati, ritslitingnya harus menutup. Tapi kala itu dijawab sambil kesal karena ia lagi nggendong anaknya yg lagi rewel. Istri saya diam saja. Nah, ketika saya kabari kalau hp milik anaknya hilang, ia baru komentar. "Itulah kalau diingatkan orangtua nggak dicamkan," tutur istri saya. Saya tahu sudah beberapa kali istri saya selalu mengingatkan hal itu, karena anak saya sering ceroboh menaruh barang-barang miliknya sendiri. Apakah itu artinya kuwalat? Wallahu'alam.

Hpnya yg raib memang bukan yg sangat mahal. Nokia C3. Tapi hp itu dibeli dengan kredit dan baru lunas bulan kemarin. Ia memanfaatkan kredit 6 bulan 0% melalui kartu kredit saya. Ini hp keduanya, yg pertama Sony, karena bisa dihuni musik. Hp yg terakhir ini disenangi anak pertamanya atawa cucu lelaki pertama saya karena ada game yg bisa dimainkannya. Saya gak tahu tanpa hp tersebut bagaimana cucu saya bermain game di hp.

Sebenarnya minggu lalu ketika ia mengutarakan rencananya pergi ke Semarang menemani suaminya mengurus perpanjangan pajak mobilnya, saya sudah memberi masukan. Karena mobilnya (bernomor polisi H) yang dibeli secara kredit sudah lunas Oktober tahun lalu, ya mbok dibaliknama saja sekalian, agar tidak bolak-balik ke Semarang membayar pajak. Toh secara oline (menurut sebuah koran Jateng) sudah bisa dilayani. Atau bisa juga diperpanjang melalui biro jasa. Dibanding bila diurus sendiri ke Semarang, bawa istri (yg terpaksa harus ijin tak masuk kerja) dan anak-anak yg masih kecil (lagi pula batuk-batuk dan yg sulung juga sudah sekolah pra-tk), tentu biaya, waktu akan terbuang. E... ternyata orangtua menggonggong anak tetap berlalu. Apakah itu yg disebut abai petuah hp raib sudah?


Posted by Blogspot for iPad

Saturday, February 05, 2011

Raihan YangTi

Imunohistokimia untuk Uji Diagnostik Avian Influenza

Imunohistokimia Bisa Digunakan untuk Uji Diagnostik Avian Influenza

YOGYAKARTA – Avian influenza (AI) merupakan salah satu wabah penyakit hewan menular yang menimbulkan dampak ekonomi yang sangat luar biasa. Banyak yang meyakini bahwa penyebab infeksi flu burung pada manusia adalah unggas walaupun penularannya tidak diketahui secara pasti. Hingga kini, belum ditemukan metode diagnosis yang cepat dan akurat untuk deteksi virus ini di lapangan agar pencegahan penularannya ke manusia dapat segera dilakukan.

Sampai saat ini, terdapat lima uji laboratorik yang dapat digunakan untuk diagnosis infeksi oleh virus avian influenza. Pertama, uji identifikasi agen dengan metode isolasi dan identifikasi virus pada telur ayam bertunas. Berikutnya, uji patogenitas ialah uji intra venous pathogenicity index (IVPI) pada ayam umur 4 minggu. Kemudian, uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi dalam darah unggas. Selanjutnya, uji deteksi antigen menggunakan rapid test kit komersial, dan terakhir, uji molekuler untuk mendeteksi RNA.

Baru-baru ini, drh. Gesit Tjahyowati, M.Sc., salah satu staf peneliti di Balai Besar Veteriner Yogyakarta, berhasil mengembangkan uji imunohistokimia sebagai uji diagnostik rutin avian influenza. "Metode ini sangat cepat, akurat, dan aman. Uji ini bisa diterapkan dalam pemberantasan penyakit AI," kata Gesit dalam ujian terbuka untuk memperoleh gelar doktornya di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Kamis (27/1).

Alumnus FKH UGM tahun 1983 ini mengatakan metode imunohistokimia (IHK) adalah suatu teknik pewarnaan khusus imunologis untuk mendeteksi konstituen jaringan (antigen) in situ dengan menggunakan antigen-antobodi. "Hanya saja, untuk bahan antibodi kita masih impor dan harganya relatif mahal," ujar istri drh. Slamet Riyadi ini.

Berdasarkan hasil penelitian Gesit, uji IHK streptavidin-biotin dapat dimanfaatkan sebagai metode uji pilihan untuk mendeteksi virus AI pada sampel-sampel unggas yang telah difiksasi dalam formalin. Menurutnya, teknik uji ini dapat digunakan untuk menunjukkan adanya antigen virus pada jaringan yang terinfeksi sebagai indikator keterlibatan virus dalam proses penyakit. Dengan demikian, akan terdeteksi keberadaan antigen suatu mikroorganisme yang menginfeksi sel meskipun perubahan yang diakibatkan oleh mikroorganisme tersebut belum terlihat baik secara makroskopis ataupun mikroskopis.

Organ-organ yang disarankan sebagai organ pilihan untuk sampel bahan deteksi virus AI untuk uji IHK, adalah organ-organ yang menunjukkan lesi patologis anatomis, terutama otak, dan selanjutnya ginjal, paru-paru, limpa, hati, pankreas dan jantung. "Uji ini dapat diterapkan sebagai metode diagnostik rutin infeksi virus AI di Balai Besar Veteriner Wates dan Laboratorium Veteriner setara lainnya," katanya.

Bertindak sebagai promotor dalam ujian tersebut, Prof. drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc., Ph.D., Ko-promotor, Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., dan drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. Sementara itu, tim penguji diketuai oleh Prof. Dr. drh. Bambang Sumiarto, M.Sc., dengan anggota Prof. dr. Sofia Mubarika, Ph.D., Dr. drh. Soedarmanto Indarjulianto, Dr. drh. Joko Prastowo, M.Si., dan Dr. drh. Asmarani Kusumawati. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Imunohistochemistry Can be Used for Avian Influenza Diagnostic Test

Yogyakarta- Avian Influenza (AI) is one of infectious animal diseases which causes huge economic impacts. Many people believe that the source of AI infection to human is poultry, though the infection is not clearly known. Quick and accurate diagnostic method has not been found to detect this virus in the field to prevent the impact to human.

Up to now, there are five laboratory tests which can be used for diagnosing infection by avian influenza virus such as identification test of agent with isolation method and virus identification on sprout chicken eggs, pathogenic test (inter venous pathogenicity index (IVPI) test) on 4 week-chicken, cerologic test to detect antibody in poultry’s blood, antigen detection test using commercial rapid test kit and molecular test to detect RNA.

Recently, Drh. Gesit Tjahyowati, M.Sc, one of researchers in Veterinary Agency of Yogyakarta, succeeded to develop imunohistochemistry test as routine diagnostic test of AI. “This method is very fast, accurate and safe. The test can be applied in eradicating AI,” said Gesit in open doctoral exam at Faculty of Veterinary Medicine UGM, Thursday (27/1).

The alumnus of the Faculty of year 1983 said that imunohistochemistry (IHK) method is a special immunologic coloring method to detect tissue’s constituent (antigen) in situ by using antibody-antigen. “Only for antibody, we need to import it and the price is relatively expensive,” said the wife of Drh. Slamet Riyadi.

Based on Gesit’s research, streptavidin-biotin IHK test can be utilized as optional test method to detect AI virus on poultry samples which have been fixated in formalin. According to Gesit, this test can be used to show the presence of virus antigen in infected tissue as indicator of virus involvement in a disease so it can be used to detect the presence of antigen of microorganism which infects cells. However, the change caused by the microorganism has not been seen macroscopically and microscopically.

Organs which are suggested as chosen organs as samples of AI virus detection for IHK test are organs which show pathological anatomy lesion, particularly brain, kidney, lungs, spleen, liver, pancreas, and heart.

“This test can be applied as routine diagnostic method for AI virus infection at Veterinary Agency of Wates and other similar Veterinary Laboratories,” she said.

Promoter in the exam was Prof. drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, Ph.D, co-promoters were Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., and Drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. Meanwhile, examiner team that was led by Prof. Dr. drh. Bambang Sumiarto, M.Sc consisted of Prof.dr. Sofia Mubarika, Ph.D., Dr. drh Soedarmanto Indarjulianto, Dr. drh. Joko Prastowo, M.Si., and Dr. drh. Asmarani Kusumawati.


Portal Universitas Gadjah Mada © Universitas Gadjah Mada